Sunday, February 4, 2018

Mitos Seputar Teamwork

Mitos Seputar Teamwork

Meskipun teamwork pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja organisasi secara umum, dalam kenyataannya sering terjadi kegagalan kerja sama di dalam teamwork. Banyak hal yang menyebabkan gagalnya  teamwork salah satunya karena anggota organisasi masih mempercayai mitos-mitos seputar teamwork yang menajadi bayangan menakutkan. Mitos-mitos seputar  team work, yang menjadikan buruknya kinerja tim antara lain :

  1. Mitos bahwa tim dengan kinerja tinggi menuntut adanya perubahan budaya organisasi.
  2. Mitos bahwa tim memerlukan target dan standar tertentu (padahal target biasanya akan menyebabkan timbulnya frustrasi pada anggota).

Sangat dipahami bahwa perubahan budaya selalu menjadi hal yang menakutkan bagi hampir setiap organisasi.  Kebanyakan mereka enggan untuk berubah (resistance to change) yang pada dasarnya merupakan persoalan budaya, sehingga kadang-kadang diperlukan perubahan yang bersifat revolusioner. Mereka berpikir bahwa dengan berubahnya budaya di dalam organisasi akan membawa akibat yang tidak menguntungkan bagi mereka (utamanya pihak-pihak yang telah menikmati banyak keuntungan dalam organisasi).

Namun perlu diingat bahwa saat ini budaya dapat diciptakan dengan lebih baik dan kondusif bagi perkembangan positif organisasi melalui pemberian training kepada anggota organisasi. Anggota (baru) dibentuk dan disesuaikan dengan iklim budaya yang sebelumnya telah terbentuk sehingga mereka mampu untuk beradaptasi (coping) dengan lingkungannya tanpa mengalami banyak kendala. Persyaratan calon anggota baru organisasi yang didasarkan pada skill, experience, knowledge, dan abilities (SEKA) tidak lagi utama. Kini syarat experience telah  mulai digantikan dengan attitude (menjadi SAKA yakni skills, attitude, knowledge, abilities), yang ternyata mempermudah pembentukan iklim organisasi sehingga setiap anggota organisasi mampu memberikan kontribusinya (berupa prestasi kerja) secara maksimal kepada organisasi.

Perlu diperhatikan bahwa kontribusi yang diberikan anggota hendaknya disertai dengan pemberian reward yang sesuai serta menarik bagi anggota dan disertai dengan perbaikan sistem penilaian kinerja (performance appraisal system).  Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa kinerja seseorang yang excellent merupakan fungsi dari kompetensi individunya yang juga didukung oleh lingkungan yang kondusif  dan dukungan  rekan sekerja.

Manajer perlu memahami bahwa pengukuran kinerja itu penting, namun tidak dengan target. Dengan tetap berfokus pada kerja, manajer perlu membantu anggotanya mempelajari pengukuran kinerja yang diinginkan dengan tetap dapat berkonsentrasi pada “purpose”. Target nantinya akan menjadi goals atas dasar pengetahuan metode yang baik. Dengan kata lain, staf harus mengetahui apa yang telah mereka kerjakan sehingga menghasilkan kinerja yang lebih baik. Diharapkan, anggota secara alamiah & dengan sendirinya akan mengetahui apa yang mungkin untuk dilakukan apabila terdapat improvement di lingkungan kerjanya. Inilah yang disebut dengan target de facto, di mana anggota organisasi memiliki pengetahuan dan kontrol atas terjadinya improvement itu sendiri.

No comments:

Post a Comment

35 Nama Provinsi dan Ibukota di Indonesia

35 Nama Provinsi dan Ibukota di Indonesia A. Pulau Sumatra 1. Nanggroe Aceh Darussalam / NAD (Daerah Istimewa) Ibu Kota Banda Aceh 2...